Bungas: Ethnobeauty Perempuan Banjar

Authors

Tutung Nurdiyana

Synopsis

Pada dasarnya, kecantikan seorang perempuan memang dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Kecantikan, atau cantik, tidak hanya dilihat secara fisik atau lahir saja, tetapi juga dari kecerdasan perempuan, perilaku, dan sifat seseorang atau batiniah. Konsep Friedan (2001) tentang kecantikan lahiriah dan batiniah dapat menyentuh aras kecantikan dan tubuh perempuan, namun dalam pemaknaan yang sedikit berbeda. Misalnya perubahan orientasi perempuan Amerika di tahun 1960-an, dijelaskan oleh Friedan (2001) bergeser dari orientasi peran domestik  ke peran publik. Perbedaan orientasi ini pun telah mengubah mitos masyarakat Amerika tentang peran perempuan, seks serta kecantikan. Peningkatan kualitas perempuan untuk penguatan kualifikasi telah membawa perubahan makna kecantikan pada diri perempuan, di mana kecantikan tidak semata-mata secara fisik, tapi juga sekaligus kecantikan dari dalam (inner  beauty). Munculnya konsep kecantikan dari dalam (inner beauty) ini akhirnya menumbuhkan imaji tertentu pada perempuan cantik, sehingga perempuan cantik secara fisik dapat dilengkapi dengan kecantikan dari dalam. Misalnya perempuan yang terlihat cerdas dan terampil menjadi parameter kecantikan perempuan Amerika kontemporer.

Pada diskursus tersebut, buku ini adalah hasil penelitian penulis yang mendalami wacana-wacaan terkait kecantikan perempuan dalam masyarakat Banjar. Dalam pengertian umum, studi tentang perempuan diartikan segala studi yang fokus perhatiannya pada perempuan, serta tentang bagaimana feminitas dan subjektifitas perempuan terbentuk (Whitelegg et. Al, 1982). Menurut Reddock (Truongh 1989 dalam Saptari dan Holzner, 1997), studi tentang perempuan lebih ditujukan untuk memperoleh pemahaman tentang perkembangan mekanisme hubungan asimetris atas dasar jenis kelamin, ras dan kelas dalam suatu masyarakat serta pelestariannya, pun untuk mencari strategi dalam mengubah sistuasi untuk mewujudkan hubungan-hubungan yang lebih simetris.

Perempuan Banjar sebagai fokus pembahasan buku ini, diketahui bahwa perempuan Banjar dari berbagai kelas dan status sosial sangat memperhatikan kecantikan tubuh mereka. Tradisi perawatan kecantikan tubuh perempuan yang dimiliki oleh masyarakat Banjar merupakan suatu budaya yang dibangun dalam perjalanan kehidupan perempuan. Sebagai produk budaya, perawatan kecantikan perempuan Banjar mensiratkan bahwa di dalamnya terdapat fakta tentang adanya perkembangan budaya yang dipengaruhi oleh motif, mitos, dan keyakinan lingkungan sosial masyarakat Banjar beserta dinamikanya. Pembentukan budaya perawatan kecantikan tubuh perempuan Banjar terjadi secara dinamis sesuai perkembangan pemikiran masyarakat. Bahasan buku ini pun berupaya untuk membuka kesadaran perempuan Banjar yang dikonstruksi oleh realitas sosial dan budayanya, serta berupaya untuk membongkar praktik-praktik dominasi laki-laki dalam berbagai relasi sosialnya. Maka, pertanyaan awal yang akan mengantarkan pembaca pada pembahasan penting selanjutnya adalah: bagaimanakah perempuan Banjar menjadikan kecantikan sebagai modal untuk memperkokoh posisi sosial mereka dalam keluarga.

Pertanyaan tersebut akan dibahas dalam uraian-uraian selanjutnya Melalui pendekatan etnografi, selanjutnya penulis akan menjelaskan tentang konsep kecantikan perempuan Banjar dari perspektif ethnobeauty feminis. Adapun setting etnografi ini fokus pada Kota Banjarmasin, Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan. Mengapa Kota Banjarmasin? Pertama, Banjarmasin merupakan Ibukota Kalimantan Selatan yang penduduknya pada umumnya beretnis Banjar (merepresentasikan etnis Banjar). Kedua, Banjarmasin merupakan lokasi Kerajaan Banjar pertama di Kalimantan Selatan, sehingga budaya-budaya asli Banjar masih sangat kental dan terwujud dalam kehidupan keseharian masyarakatnya. Ketiga, perempuan di Kota Banjarmasin pada umumnya masih melakukan praktik-praktik perawatan kecantikan tubuh. Keempat, di Kota Banjarmasin masih berdiri 73 tempat atau rumah yang menyediakan jasa perawatan kecantikan tubuh baik tradisional maupun modern.

Sebagai pendukung data etnografi, keterangan dari tiga puluh informan diperoleh dengan kriteria: (1) perempuan Banjar yang sudah menikah yang melakukan perawatan kecantikan khas Banjar; (2) perempuan pengelola dan pekerja Rumah Timung; (3) perempuan Banjar yang mapan secara ekonomi yang bekerja dan yang tidak bekerja; (4) suami dari perempuan yang melakukan perawatan kecantikan; (5) akademisi, budayawan dan tokoh masyarakat. Informan yang diwawancarai tersebut tidak hanya perempuan saj, tetapi juga laki-laki. Hal ini disebabkan karena pokok-pokok pembicaraan yang relevan dengan topik etnografi (ethnobeauty feminis) ini banyak membahas wacana tentang perempuan, sehingga memerluka informasi dari sudut pandang laki-laki untuk memahami tentang perempuan. Artinya, wacana tentang kecantikan perempuan Banjar beserta praktik-praktik perawatannya tidak hanya dipahami dari sudut pandang perempuan saja, tetapi juga memerlukan pemahaman dari sudut pandang laki-laki. Selain data-data wawancara dari informan, dalam rentang Januari hingga Desember 2018, sejumlah observasi lapangan pun dilakukan dengan mengamati aktivitas perawatan kecantikan para perempuan Banjar, baik yang dilakukan di Rumah Timung maupun di lokasi tukang balulur.

Seluruh data etnografi yang diperoleh dicatat dalam buku catatan lapangan. Data-data lapangan tersebut, termasuk berbagai dokumen serta kepustakaan yang relevan pun telah dianalisis analisis dengan menggunakan model Hammersley dan Atkinson (1995) dalam tiga tahapan: menemukan konsep-konsep; (2) membangun tipologi-tipologi konsep; (3) mendiskusikan beberapa temuan penelitian dengan teori-teori yang relevan.

Downloads

Published

January 13, 2023

Categories

Details about this monograph

Physical Dimensions