Teknologi Fermentasi Ikan & Udang: Kajian Ronto dan Produk Olahannya
Synopsis
Pengawetan dengan fermentasi pada prinsipnya adalah pengawetan bahan pangan yang memanfaatkan aktivitas mikrobia dan enzim tertentu dalam suasana terkontrol untuk menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen agar menghasilkan satu produk yang awet dengan citarasa spesifik. Teknologi fermentasi ikan dan udang dapat dikelompokkan menjadi fermentasi bergaram tinggi, fermentasi asam organik, fermentasi asam mineral, dan fermentasi asam laktat.
Di Indonesia contoh produk yang termasuk dalam kelompok fermentasi ikan/udang bergaram tinggi antara lain terasi, kecap ikan, peda, wadi, dan budu. Fermentasi asam organik dan mineral adalah silase, sedangkan yang bergaram dan berkarbohidrat adalah bekasam, cincalok, rusip, dan ronto. Produk fermentasi dengan kombinasi garam dan karbohidrat termasuk ke dalam kelompok fermentasi oleh bakteri asam laktat.
Secara empirirs, proses fermentasi ikan dan udang selalu diawali dengan penggaraman. Apabila hanya menggunakan garam maka peristiwa yang lebih utama adalah autolitik, akan tetapi jika ditambahkan sumber karbohidrat seperti nasi atau gula maka yang berperan adalah fermentasi asam laktat. Fermentasi ikan dan udang masuk dalam kelompok produk bergaram tinggi, berasa gurih dengan flavor daging/asam amino peptida, pasta fermentasi dan atau produk fermentasi laktat. Pertumbuhan bakteri asam laktat dipengaruhi oleh jenis substrat yang tersedia seperti jenis dan jumlah karbohidrat yang ditambahkan. Secara alami, beberapa hal yang dilakukan nelayan tradisional untuk mengontrol proses fermentasi udang antara lain menambahkan garam 10% - 25%, menambahkan karbohidrat (nasi, gula, dan bahan berpati lainnya), melakukan fermentasi dalam wadah bertutup rapat, kedap udara, dan terhindar dari cahaya matahari langsung atau difermentasikan dalam ruang gelap.
Terdapat lima peran proses fermentasi dalam pengolahan makanan, yaitu pengayaan diet makanan dengan keanekaragaman rasa, aroma dan tekstur; pengawetan makanan dalam jumlah besar melalui fermentasi asam laktat, alkohol, asam asetat, fermentasi alkali dan fermentasi garam tinggi; pengayaan makanan dengan substrat biologis seperti vitamin, protein, asam amino dan asam lemak esensial; detoksifikasi selama pemrosesan makanan fermentasi dan; mempercepat waktu memasak dan mengurangi kebutuhan bahan bakar.
Selama proses fermentasi berlangsung terjadi perubahan sifat sensoris, kimiawi, dan fisik akibat aktivitas mikrobia fermentative. Kelompok mikrobia yang berperan selama fermentasi ikan dan udang adalah halopilik, proteolitik, amilolitik, dan bakteri asam laktat. Pada awal fermentasi garam akan melakukan seleksi mikrobia karena garam pada konsesntrasi 10% sudah mampu menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan pathogen. Sementara itu akibat peristiwa osmosis terjadi plasmolysis dan penurunan nilai Aw dalam daging ikan dan udang. Perubahan sifat kimiawi terjadi setelah bakteri asam laktat bertumbuh secara logaritmik dan menghasilkan asam laktat sebagai metabolit. Terbentuknya asam mengakibatkan terjadinya perubahan pH dan seleksi mikrobia yang tahan asam dan pH rendah saja yang tetap bertahan dan mampu beraktivitas.
Substrat yang tersedia pada produk fermentasi ikan dan udang umunya adalah protein sehingga dapat diduga mikrobia yang mampu memecah protein adalah kelompok proteolitik. Terurainya protein oleh bakteri proteolitik mengakibatkan terbentuknya peptida peptida rantai pendek dan asam amino yang selanjutnya berpengaruh terhadap perubahan fisik, kimiawi, mikrobiologis, dan sensoris produk terfermentasi, termasuk ronto.
Fermentasi ronto berlangsung selama 12 hari. Perubahan sifat sensoris, fisik, kimia dan mikrobiologis ronto selama fermentasi berlangsung mulai hari ke-4 sampai hari ke-12. Ciri sensoris yaitu warna merah muda pucat berubah menjadi merah muda terang, muncul aroma asam dan rasa gurih, serta perubahan tekstur menjadi seperti bubur. Hal ini sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh pengolah ronto bahwa fermentasi ronto berlangsung selama 2 minggu. Parameter kuantitatif yang menjadi indikator fermentasi ronto adalah kombinasi nilai *L, *a, dan *b, oHue, dan chroma pada kisaran 53,93, 10,38, 13,36, 51,98, dan 16,97. Nilai total asam 1,5 – 1,8%, aktivitas air 0,83-0,84, dan total volatil basis + 150 mg N-100 g. Ronto dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai lauk, bumbu penyedap, dan sambal. Produk olahan berbasis ronto yang sudah diteliiti adalah sambal ronto dan penyedap berbahan ronto. Keragaman dan sifat fungsional produk berbahan ronto masih perlu dikaji lebih mendalam sebagai upaya melestarikan dan mempromosikan makanan tradisional sebagai pangan lokal yang memiliki sifat fungsional agar lebih dikenal secara regional maupun global.
Published
Categories
License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.